LANDASAN KHUSUS PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
Landasan khusus perkembangan peserta didik yang dimaksudkan adalah perkembangan mereka yang diperlukan dalam mempelajari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA atau Sains) secara bermakna, khususnya dalam mempelajari fisika. Oleh karena itu calon pendidik mata pelajaran fisika harus paham betul mengenai "Hakikat Fisika"
Di
dalam dunia filsafat, untuk memahami
hakikat ilmu pada umumnya dilakukan dengan meninjau aspek ontologi,
epistemologi, dan aksiologi ilmu tersebut. Ontologi fisika berkenaan dengan objek
kajian fisika, epistemologi fisika berkenaan dengan proses atau metode yang
digunakan dalam mengkaji obyek fisika, dan aksiologi berkenaan nilai atau
kegunaan fisika.
Fisika berasal dari bahasa Yunani, yaitu physikos yang memiliki arti “mempelajari
sifat-sifat alam, berkembang seiring dengan keinginan manusia untuk mempelajari
gejala-gejala alam” (Mikrajuddin, 2002). Sedangkan menurut Alonso & Finn
(1980) bahwa physiscs is a science whose
objective is to study the components of matter and their mutual interactions.
Dengan perkataan lain, fisika adalah cabang IPA yang mengkaji materi dan
interaksi yang terjadi pada materi tersebut, seperti: (1) keadaannya, seperti:
posisi, kecepatan, suhu, dan energi; (2) strukturnya dari yang makroskopis
sampai yang mikroskopis. (3) sifatnya, seperti: sifat listrik, sifat magnet,
sifat optik, dan sifat termik; (4) interaksinya satu sama lain yang
dideskripsikan dengan: gaya, kerja, kalor, dan gelombang (Dirjen Dikti dalam
Jumadi, 2003).
Produk fisika terdiri
atas fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, atau generalisasi yang memenuhi
kriteria keilmuan (ilmiah), yaitu: objektif, metodik, sistematik, dan universal
(Darmodjo, 1986). Objektif bermakna bahwa pernyataan pengetahuan harus
bersesuaian dengan obyeknya atau terbukti secara empirik (pengamatan secara
langsung maupun tidak langsung). Metodik mengandung makna bahwa pernyataan
pengetahuan harus diperoleh melalui pelbagai cara yang berbasis pada metode
ilmiah. Sistematik mengandung makna bahwa pernyataan pengetahuan harus tersusun
dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan yang lain saling
berkaitan, saling menjelaskan, sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang
utuh. Universal atau berlaku umum mengandung makna bahwa pernyataan pengetahuan
tidak hanya berlaku atau dapat diamati oleh seorang atau sekelompok orang saja,
tetapi setiap orang dengan cara atau metode yang sama akan memperoleh hasil
yang sama.
Bagaimana metode yang telah digunakan oleh para ilmuan
fisika dalam menghasilkan pelbagai produk fisika yang ada hingga saat ini?
Jawaban yang paling mendasar adalah melalui "Keterampilan Proses
Sains".
Secara umum, keterampilan proses sains dimaknai
sebagai keterampilan yang dimiliki dan ditampilkan oleh ilmuan dalam memeroleh
pengetahuan ilmiah, serta mengomunikasikannya. Keterampilan tersebut melibatkan
olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga secara efektif untuk memeroleh
hasil yang terbaik. Dahar (1985) mengemukakan pendapat Robert M. Gagne bahwa
pengetahuan tentang sains hanya dapat diperoleh apabila seseorang memiliki
pelbagai kemampuan dasar. Kemampuan dasar yang dimasudkan adalah keterampilan proses
sains yang terdiri atas keterampilan proses dasar dan keterampilan proses
terintegrasi Subiyanto (1988).
Jenis keterampilan proses dasar antara lain: (1)
observasi; ((2) klasifikasi; (3) komunikasi; (4) pengukuran; (5) prediksi; dan
(6) penarikan kesimpulan. Jenis keterampilan proses terintegrasi antara lain:
(1) mengidentifikasi variabel; (2) menyusun tabel data; (3) menyusun grafik;
(4) menggambarkan hubungan antara variabel-variabel; (5) memperoleh dan
memproses data; (7) menyusun hipotesis;
(8) merumuskan definisi operasional variabel; (9) merencanakan penyelidikan;
dan (10) melakukan penyelidikan. Berikut
ini jelaskan secara singkat mengenai beberapa jenis keterampilan proses sains
beserta beberapa kemampuan yang tercakup di dalamnya.
1.
Observasi
Disadari sepenuhnya bahwa pada
hakekatnya alam berbicara dengan bahasanya sendiri, yalitu dalam bentuk global,
bentuk detil, warna, pola, gejala, dan sebagainya. Semua itu dapat kita peroleh
dengan menggunakan salah satu atau beberapa indera yang disebut hasil dari
mengobservasi (mengamati).
Mengobservasi adalah keterampilan
mengambil informasi/data dari obyek atau peristiwa dengan cara memperhatikan
obyek atau peristiwa itu melalui salah satu atau beberapa indera (penglihatan,
pendengaran, penciuman, pengecapan, dan perabaan). Mengobservasi suatu obyek
atau peristiwa mengandung makna bahwa bukan semata-mata kerja alat indera,
tetapi juga melibatkan olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga.
Mengobservasi dapat dilakukan secara langsung dan/atau tidak langsung, tanpa
menggunakan alat bantu dan/atau menggunakan alat bantu. Hasilnya observasi juga
dapat bersifat kuantitatif dan/atau kualitatif.
Pengambilan informasi atau data
melalui kegiatan mengobservasi tidak seperti dengan karet busa yang menyerap
air, karena pada kegiatan mengobservasi tidak dapat menyerap semua informasi
atau semua hal yang ada. Hal ini dimaksudkan karena dalam mengobservasi
hendaknya dipilih apa saja yang dapat diobservasi dan pemilihan itu dipengaruhi
oleh pengtahuan dan gagasan yang dimiliki oleh observer. Oleh karena itu,
sebelum mengobservasi terlebih dahulu ditentukan apa saja yang akan
diobservasi?, kapan observasinya?, berapa lama observasinya?
Tidak semua obyek dan/atau peristiwa
dapat diobservasi secara langsung dengan menggunakan indera, karena ada obyek
atau peristiwa yang hanya dapat diketahui melalui observasi terhadap
gejala-gejalanya saja. Sebagai contohnya “observasi mengenai arus listrik”.
Jika sebuah kabel dihubungkan dengan baterai, kita tidak mengetahui secara
langsung ada tidaknya arus listrik yang mengalir. Untuk dapat mengetahuinya,
harus dipasang bola lampu atau alat ukur pada rangkaian listrik tersebut.
Melalui bola lampu hanya dapat diobservasi gejalanya saja, yaitu pada saat bola
lampu berpijar, tetapi arus listriknya tetap tidak teramati oleh alat indera.
Namun demikian, dengan mengobservasi bola lampu saja, sudah meyakinkan bahwa
ada arus liktrik yang mengalir di dalam kabel. Keyakinan tersebut timbul
berdasarkan pada pengalaman dan teori yang menyatakan bahwa jika bola lampu
berpijar, maka ada rus listrik yang melalui bola lampu tersebut.
Mengobsevasi secara langsung
dan/atau tanpa menggunakan alat pengukur akan memeroleh hasil yang kualitatif,
sehingga hasilnya bukan dalam bentuk angka, tetapi dalam bentuk pernyataan.
Misalnya: air di dalam wadah A lebih tinggi suhunya di banding air di dalam
wadah yang lain. Mengobservasi secara langsung dan/atau menggunakan alat bantu
berupa pengukur standar akan memeroleh hasil yang kuantitatif, sehingga
hasilnya dinyatakan dalam angka. Terdapat beberapa kemampuan yang tercakup dan
mendukung keterampilan mengobservasi, yaitu: melihat, mendengar, meraba,
membau, mengecap, menyimak, mengukur, dan membaca.
2.
Klasifikasi
Klasifikasi adalah pengelompokan
obyek-obyek (benda, fakta, konsep, nilai, tujuan atau kepentingan tertentu).
Untuk melakukan pengelompokan, perlu ditinjau persamaan dan perbedaan antara
obyek-obyek. Dengan perkataan lain, pengklasifikasian dilakukan dengan cara
mencari kesamaan ciri daro obyek-obyek, kemudian obyek-obyek itu
diklasifikasikan ke dalam suatu kelompok dan diberi label yang namanya dapat
diambil dari kategori itu.
Fungsi pengklasifikasian adalah
untuk mengenal karakteristik di luar ciri yang diketahui. Mengenal ciri suatu
obyek dapat membantu seseorang dalam melakukan klasifikasi obyek tersebut.
Lebih dari itu, dapat ditemu kenali pelbagai karaketrisitik lain yang
terkandung dalam mengklasifikasi suatu obyek. Terdapat beberapa kemampuan yang
tercakup dan mendukung keterampilan klasifikasi, yaitu: mencari persamaan,
mencari perbedaan, membandingkan, mengkontraskan, dan mencari dasar
pengelompokan.
3.
Interpretasi
Pada umumnya informasi atau data
yang terkumpul dari hasil observasi senantiasa dicatat dan dikemukakan atau
disajikan ke dalam berbagai bentuk, seperti: tabel, bagan, matriks, grafik, dan
diagram. Untuk menarik kesimpulan dari suatu penelitian misalnya, terlebih
dahulu dilakukan interpretasi terhadap data-data yang ada. Dengan demikian,
hasil interpretasi selalu berdasar pada data-data yang diperoleh. Terdapat
beberapa kemampuan yang tercakup dan mendukung keterampilan menginterpretasi,
yaitu: menaksir, mengartikan atau memaknai, mencari hubungan antara
ruang/waktu, memproposisikan, menemukan pola, merumuskan kesimpulan, dan
mengeneralisasikan.
4. Memprediksi
Memprediksi ialah menduga sesuatu yang akan terjadi
berdasarkan fakta yang ada. Prediksi biasanya dilakukan dengan cara mengenal
kesamaan dari hasil berdasarkan pada pengetahuan yang sudah ada, mengenal
bagaimana kebiasaan terjadinya sesuatu peristiwa, atau melihat
kecenderungannya. Prediksi keterkaitan erat dengan observasi, klasifikasi, dan
penyimpulan. Prediksi didasarkan pada observasi yang saksama dan penarikan
kesimpulan yang sahi mengenai hubungan antara pelbagai peristiwa yang diobservasi.
Penyimpulan adalah pernyataan yang bermaksud memperkuat interpretasi hasil
observasi.
Kebalikan dari memprediksi adalah
"menginfer", yaitu menduga dengan pasti sesuatu yang tersembunyi di
balik fakta yang terobservasi. Menginfer dapat dilakukan dengan cara mengamati
fakta yang ada untuk menentukan kondisi komponen dan atributnya atau cirinya
pada fakta tersebut. Menduga akibat atau penyebab dengan cara membandingkan
fakta yang dihadapi dengan fakta yang sudah dikenal. Jika faktanya sama, maka kemungkinan
besar penyebabnya akan sama. Terdapat beberapa kemampuan yang tercakup dan
mendukung keterampilan memprediksi, yaitu: mengantisipasi berdasarkan pada
kecenderungan, mengantisipasi berdasarkan pada pola, dan mengantisipasi
berdasarkan pada hubungan antara data atau informasi.
5.
Mengaplikasi
Mengaplikasi adalah menggunakan
(menerapkan) pelbagai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki ke
dalam situasi atau pengalaman baru. Menerapkan konsep yang dimiliki oleh
seseorang tidak hanya berlangsung pada saat melakukan penyelidikan, bahkan
dalam memecahkan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat beberapa
kemampuan yang tercakup dan mendukung keterampilan mengaplikasi, yaitu:
menggunakan (informasi, kesimpulan, konsep, hukum, teori, sikap, keterampilan)
pada sistuasi baru, menghitung, menentukan variabel, mengendalikan variabel,
mengubungkan konsep, merumuskan masalah dan/atau pertanyaan penelitian,
merumuskan hipotesis, dan membuat model.
6. Merencanakan
Penelitian
Suatu penelitian ilmiah biasanya
bertujuan untuk menguji suatu teori atau sebagai kegiatan untuk menemukan
sesuatu (produk) yang baru. Merencanakan penelitian adalah keterampilan yang
amat penting, karena rencana sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan
penelitian tersebut. Keterampilan merencanakan penelitian secara prima
diperoleh melalui latihan-latihan. Terdapat sejumlah kemampuan yang tercakup
dan mendukung keterampilan merencanakan penelitian, yaitu: menentukan masalah
atau obyek yang akan diteliti, menentukan tujuan penelitian, menentukan ruang
lingkup penelitian, menentukan sumber data/informasi, menentukan cara atau
metode analisis data, menentukan prosedur pengumpulan data, menentukan logistik
penelitian (peralatan, bahan-bahan, dan kepustakaan), dan menentukan cara atau
prosedur penelitian.
7. Mengomunikasikan
Mengomunikasikan adalah menyampaikan
perolehan kepada orang lain dalam bentuk lisan, tulisan, gambar, gerak,
tindakan atau penampilan dengan baik. Terdapat beberapa kemampuan yang tercakup
dan mendukung keterampilan mengomunikasikan, yaitu: berdiskusi,
mendeklamasikan, mendramakan, bertanya, merenungkan, mengarang, memperagakan,
mengungkapkan, dan melaporkan
Keterampilan proses
sains tersebut di atas, sebagian atau seluruhnya terlaksana oleh para ilmuan
dan juga diharapkan oleh peserta didik dalam belajar fisika melalui
"metode ilmiah". Pada masa Isaac Newton, perkembangan fisika ditandai
oleh penemuan produk fisika melalui metode yang sudah dapat
dipertanggungjawabkan, diakui, dan diterima sebagai pengetahuan yang ilmiah.
Pada masa ini fisika secara formal memisahkan diri dari filsafat, karena
ahli-ahli fisika menggunakan metode ilmiah yang diprakarsai oleh Francis Bacon
(1561-1626) dengan pernyataannya “buah pikiran tanpa adanya eksperimen tidak
bermanfaat, sedangkan eksperimen tanpa dasar teori tidak dapat dikembangkan”
(Poedjiadi, 1987).
Metode ilmiah dapat
dimaknai sebagai tahapan pemecahan masalah yang dilakukan secara ilmiah dan
dicirikan penyatupaduan antara pola berpikir deduktif dan pola berpikir
induktif. Kafie (1989) mengibaratkan antara pola berpikir induksi dan deduksi
bagai air dan tebing yang saling mendukung. Pada saat induksi mengakhiri
tugasnya, muncul deduksi. Dengan perktaan lain, deduksi membutuhkan induksi
untuk membuktikan dirinya.
Pada setiap tahapan
dalam metode terkandung sikap-sikap ilmiah yang ditampilkan oleh para ilmuan.
Sikap-sikap ilmiah tersebut dapat diidentikkan dengan perilaku berkarakter yang
diharapkan tumbuh dan berkembang pada setiap warga negara Indonesia, khususnya
pada peserta didik di Indonesia. Tahapan metode ilmiah digambarkan oleh
Suriasumantri (1985)
Berkenaan dengan metode ilmiah, Einstein menekankan bahwa fisika harus
dimulai dari fakta dan berakhir pada fakta. Fakta terakhir tersebut menjadi
fakta baru dalam menjalani siklus yang sama (Poedjiadi, 1987). Jika dicermati
dengan saksama Siklus Einstein pada gambar di bawah ini, maka dapat dikatakan
bahwa cara yang digunakan oleh ilmuan dalam membangun ilmu pengetahuan
senantiasa berbasis pada pola berpikir induksi dan pola berpikir deduksi.
Perkembangan sains harus dimulai dari fakta (1) dan
berakhir pada fakta (4). Adapun fakta yang terjadi kemudian menjadi fakta baru
dan menjalani siklus yang sama. Dalam situasi dan kondisi ini memungkinkan
ilmuwan mengemukakan teorinya secara tentatif melalui induksi yang diawali
dengan pengumpulan sejumlah fakta (1). Kemudian melakukan prediksi (3) melalui
deduksi (2). Jika sejumlah hasil observasi tidak mendukung teori sebelumnya,
maka teori lama diubah atau dimodifikasi menjadi teori baru. Dengan demikian
fakta yang terjadi pada tahap (4) menjadi fakta baru dan menjalani siklus yang
sama seperti sebelumnya. Garis horizontal menunjukkan bahwa antara daerah
eksperimen atau fakta dan daerah teori atau matematika terjadi pemisahan.
Langkah induksi dapat dimaknai sebagai proses yang
dilakukan oleh ilmuan dalam membangun
suatu teori sebagai penjelasan terhadap fakta yang diobservasi. Dengan
demikian, pengetahuan induksi adalah empiris yang disimpulkan dari hasil
observasi atau eksperimen. Langkah deduksi dapat diartikan sebagai proses
dimana ilmuan memanfaatkan teori yang sudah ada untuk memberlakukan atau
menduga dengan pasti kejadian masa depan (memprediksi). Dengan demikian,
pengetahuan deduksi adalah bersifat teoretis yang disimpulkan dari premis yang
ilmiah.
Sumber : Materi Perkuliahan Perkembangan Peserta Didik