KARAKTERISTIK UMUM PESERTA DIDIK
Dalam perkembangannya, peserta didik memiliki karakteristik umum peserta didik yang terdiri atas 6 (enam) aspek atau faktor, yaitu: (1) kondisi fisik; (2) intelegensi; (3) emosional; (4) bakat khusus; (5) sosio-kultural; dan (6) komunikasi. Penjelasan secara singkat mengenai keenam faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kondisi
Fisik
Kondisi fisik peserta didik sangat berpengaruh
terhadap setiap aktivitasnya, terutama dalam aktivitas belajarnya. Peserta
didik yang ukuran badannya besar tentu saja membutuhkan ruang gerak yang lebih
luas, sedangkan peserta didik yang ukuran badannya lebih kecil tentu saja
membutuhkan ruang gerak yang tidak begitu luas dan ia lebih mudah menyelinap.
Selain itu, terdapat pelbagai aspek kondisi fisik bagi peserta didik yang harus
diperhatikan oleh pendidik supaya berlangsung pembelajaran yang efektif.
a. Keadaan
Jasmani
Keadaan jasmani yang segar dan sehat bagi peserta
didik akan mendukung berlangsungnya proses pembelajaran yang efektif. Sering
terjadi dalam proses pembelajaran, terdapat peserta didik yang lesu atau
mengantuk, atau tidak mampu memusatkan perhatiannya pada materi yang sedang
dipelajari. Kejadian seperti ini kemungkinan disebabkan oleh pelbagi hal,
seperti: kurang gizi, kurang tidur, atau terlalu banyak melakukan aktivitas
fisik.
Khusus bagi peserta didik sekolah menengah (SMP dan
SMA) yang sedang berada dalam pertumbuhan juga memengaruhi aktivitas
belajarnya. Perubahan kondisi fisik mereka akan memengaruhi perilaku mereka.
Suara yang mulai berubah, atau otot-otot yang mulai berubah memungkinkan mereka
merasakan adanya sesuatu yang berbeda. Hal ini dapat dapat memunculkan rekasi
yang "negatif" pada diri dan temannya.
b. Cacat
Fisik
Kondisi fisik peserta didik yang
normal tentu saja tidak akan memunculkan masalah. Jika terdapat peserta didik
yang ditakdirkan atau memiliki kondisi fisik yang cacat (tidak normal), maka
pendidik harus waspada akan munculnya masalah. Peserta didik yang memiliki
cacat fisik sering merasa rendah diri dan bahkan sering menerima ejekan atau
sindiran dari teman-temannya. Peserta didik yang memiliki cacat fisik juga
sering menampilkan perilaku "besar kepala" sebagai kompensasi dari
cacat fisiknya.
c. Kesehatan
Kondisi fisik peserta didik yang kurang sehat akan menjadikan tidak mampu mengikuti proses pembelajaran secara efektif. Terdapat pelbagai penyakit bagi peserta didik yang kelihatannya enteng atau ringan, tetapi sering memengaruhinya proses belajarnya (batuk, flu, sakit gigi, dan sejenisnya). Selain itu, terkadang ada peserta didik yang mengidap penyakit kronis (asma) atau sering pingsan.
d. Kondisi
Indera
Indera peserta didik yang dimaksudkan
meliputi panca indera (mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit) kesemuanya
perpeluang atau dapat mengganggu dalam proses pembelajaran. Terkadang ada
peserta didik yang dianggap bodoh, tetapi sesungguhnya yang bersangkutan mengalami gangguan penglihatan. Demikian pula
halnya gangguan pada alat indera yang lainnya.
Kondisi
fisik siswa yang bervariasi menjadi PR tersendiri bagi pendidik. Keadaan fisik
yang berbeda mengharuskan pendidik lebih mengerti dan menyeimbangkan posisi
peserta didik tanpa sedikitpun membeda-bedakan.
Seperti misanya saat awa pertemuan terebih dahuu meminta peserta didik
memaparkan keadaan fisiknya agar kedepannya pendidik dapat bersikap dengan
benar. Biakeadaan jasmaninyan kurang baik atau memang memiliki masaah
kesehatan, hendaknya kita sebagai pendidik memberi perhatian lebih terhadap
keadaannya. Lain halnya dengan cacat fisik, kita hendaknya memberikan tugas
yang sekiranya tidak berpengaruh atau tidak memerlukan keaqdaan fisiknya yang
cacat secara berlebih. Demikian hanya dengan keadaan indera, posisi duduk bisa
membantu mereka daam memahami pelajaran. Contoh sederhanya iaah bagi peserta
didik yang memiliki mataminus atau kekurangan pada indera pendengaran.
2. Kondisi
Intelegensi
Intelegensi (IQ) sering diterjemahkan oleh pakar
sebagai suatu "kemampuan".Tedapat beberapa pengertian mengenai
intelegensi, tetapi pada kesempatan ini dikemukakan definisi menurut Cattell (dalam
Wardani, dkk., 1997) yaitu perpaduan pelbagai karakteristik manusia, yang
mencakup.kemampuan untuk melihat hubungan yang kompleks, kemampuan untuk
menjalani semua proses yang terlibat dalam berpikir anstrak, kemampuan untuk
beradaptasi dalam pemecahan masalah, serta kemampuan untuk memeroleh kemampuan
yang baru.
Intelegensi sering dianggap sebagai karakteristik atau
potensi bawaan yang tidak dapat berubah, sehingga anggapan ini sejalan dengan
pandangan para penganut aliran "nativisme" yang mengatakan bahwa
perkembangan bagi seseorang semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor bawaan
dari lahir. Pandangan ini bertentangan dengan pandangan para penganut
"empirisme" yang mengatakan bahwa perkembangan bagi seseorang
semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan. Dari kedua pandangan ini,
muncul pandangan baru dari para penganut aliran "konmvergensi" yang
mengatakan bahwa perkembangan bagi seseorang ditentukan oleh faktor bawaan dan
faktor-faktor lingkungan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa intelegensi
bagi seseorang hanya dapat berkembang dengan baik apabila memperoleh dukungan
dari faktor-faktor lingkungan.
Intelegensi selalu dihubungkan dengan fungsi otak,
sehingga sering dikaitkan dengan ukuran otak, sudut antara rahang dengan muka,
besarnya tengkorak, atau lingkar kepala bagi seseorang. Kemungkinan kalian
pernah mendengar atau membaca bahwa seseorang yang ukuran kepalanya besar
adalah orang yang intelegensinya tinggi. Intelegensi seseorang dapat diukur
dengan menggunakan tes intelegensi yang dilakukan secara tertulis, sehingga
diperoleh pengelompokan seperti berikut ini.
Ukuran IQ |
Predikat Kelompok |
132 ke atas 111- 131 90 – 110 69 – 89 68 ke bawah |
Luar biasa Di atas normal Normal Di bawah normal Tidak normal |
Predikat kelompok ini masih dapat berubah, dalam arti
masih dapat naik atau turun (Suryabrata dalam Wardani, dkk., 1997).
Telah
kita pahami bahwa kondisi intelegensi setiap orang berbeda-beda termasuk bagi
peserta didik. Perbedaan inteegensi peserta didik membuat pendidik haru
memiliki strategi agar pemahaman peserta didik terhadap materi dapat seragam
dan kompetensi pembeajaran dapat tercapai.
Salah satu cara yang dapat ditempuh
pendidik ialah dengan terlebih dahuiu memahamai kondisi intelegensi peserta
didik satu demi satu, kemudian mengenali siswa yang dirasa kemampuan
pemahamannya terhadap materi kurang atau lambat. Kemudian memberi pengertian
kepada peserta didik agar tidak sungkan mengajukan pertanyaan jika memang beum
mengerti materi yang sedang di kaji. Selanjutnya kita dapat melanjutkan materi
namun sabar jika harus mengulang materi yang sama beberapa kai hingga seuruh
peserta didik paham.
3. Kondisi
Emosional
Emosi atau perasaan bagi seseorang
sangat memengaruhi setiap aktivitasnya, termasuk peserta didik dalam proses
pembelajaran. Secara umum, terdapat pelbagai emosi yang sering ditampilkan oleh
seseorang, seperti: gembira, senang, sedih, duka, marah, cemas, takut dan
lain-lain.
Kondisi emosional peserta didik
menjadi sesuatu yang harus di control meski sulit. Setidaknya kita sebagai
pendidik memahami suasana hati peserta didik dan tidak menyinggung sedikitpun
bila kondisi emosional pendidik sedang kurang baik.
4. Bakat
Khusus
Istilah "bakat" sudah familiar bagi kita,
bahkan kita sudah pasti menyadari atau memahami mengenai bakat kita. Dengan
demikian, peserta didik di dalam suatu kelas berpeluang dengan bakatnya
masing-masing. William B. Michael
mengemukakan definisi mengenai bakat, yaitu kemampuan seseorang untuk
dapat mengerjakan sesuatu tugas dengan baik, meskipun latihan yang dialaminya
sangat minimal, atau bahkan tidak pernah mengalami latihan (dalam
Wardani, dkk., 1997). Guilford mengemukakan definisi mengenai bakat, yaitu
sesuatu yang berhubungan dengan kemampuan untuk dapat melaksanakan (aptitude pertains to abilities to perform)
yang mengandung 3 dimensi psikologis, yaitu: (1) perseptual, yang meliputi
kepekaan indera, perhatian, serta orientasi ruang dan waktu; (2) psikomotor,
yang antara lain meliputi kekuatan, impuls, kecepatan gerak, ketelitian,
ketepatan, koordinasi, dan keluwesan; (3) intelektual, yang antara lain
mencakup ingatan, evaluatif, pengenalan, berpikir konvergen, dan berpikir
divergen.
Pada dasarnya terdapat pelbagai
definisi mengenai bakat, tetapi apabila dikaji dengan saksama, nampak bahwa
definisi-definisi tersebut saling melengkapi.
Bakat peserta didik ini merupakan
suatu kelebihan yang harusnya kita apresiasi. Tapi hendaknya kita sebagai
pendidik juga menyesuaikan bakat tersebut dengan materi pembelajaran yang kita
bawakan. Bakat tersebut sedikit banyak hendaknya berkaitan dengan materi fisika
yang akan dibawakan oleh pendidik.
5. Faktor
Komunikasi
Salah satu kemampuan peserta didik
yang turut menentukan keberhasilan mereka dalam proses pembelajaran adalah
kemampuan berkomunikasi. Komunikasi dapat berlangsung antara pendidik dengan
peserta didik dan antara peserta didik dengan peserta didik. Teori dasar
mengenai komunikasi menyatakan bahwa keberhasilan seseorang dalam berkomunikasi
ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain komunikator, komunikan, pesan yang
disampaikan, dan cara atau teknik/taktik yang digunakan dalam setiap
menyampaikan suatu pesan.
6. Kondisi
Sosio Kultural
Latar belakang sosial kultural (budaya) peserta didik
memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan mereka. Kondisi sosial
budaya peserta didik tidak dapat dilepaskan dari masyarakat tempat budaya itu
berakar, utamanya kearifan lokal masyarakat tersebut. Selain itu, antropologi
dan ekologi lingkungan masyarakat setempat juga memiliki pengaruh terhadap
perkembangan peserta didik.
Kearifan lokal
menurut arti bahasa adalah kearifan setempat (local wisdom) yaitu gagasan-gagasan lokal yang bersifat bijaksana,
penuh kearifan, memiliki nilai yang tertanam dan diikuti oleh warga masyarakat
setempat. Dalam konteks ilmu
antropologi, kearifan lokal memiliki makna sautu pengetahuan setempat (indergenous or local knowledge), atau
suatu kecerdasan setempat (local genius)
yang menjadi dasar identitas kebudayaan (cultutral
identity). Menurut Sartini (2004) bahwa kearifan lokal merupakan gagasan
konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus
menerus dalam kesadaran masyarakat dalam mengatur kehidupannya dari yang
sifatnya sakral sampai sifatnya profan. Menurut Hamid (2012) bahwa secara
konseptual kearifan lokal dapat dirumuskan sebagai pengetahuan, nilai-nilai,
pandangan hidup, dan cara-cara individu dan komunitas dalam memenuhi kebutuhannya
serta mengatasi setiap masalah yang dihadapi.
Sosio kultura lebih menekankan pada hakikat fisika. Mengenai betapa pentingnya atau seberapa terkoneksinya kearifan lokal dengan pembelajaran fisika sehingga peserta didik dapat mengerti bahwa fisika itu hidup di sekitar kita.
Sumber : Materi Perkuliahan Perkembangan Peserta Didik