BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Air merupakan
senyawa kimia yang paling berlimpah di alam, namun demikian sejalan dengan
meningkatnya taraf hidup manusia, maka kebutuhan air pun meningkat pula,
sehingga akhir-akhir ini air menjadi barang yang "mahal". Di
kota-kota besar, tidak mudah mendapatkan sumber air bersih yang dipakai sebagai
bahan baku air bersih yang bebas dari pencemaran, karena air banyak tersedot
oleh kegiatan industri yang memerlukan sejumlah air dalam menunjang produksinya.
Di sisi lain, tanah yang merupakan celengan air sudah banyak ditutup untuk
berbagai keperluan seperti perumahan, dan industri tanpa mempedulikan fungsi
dari tanah tersebut sebagai wahana simpanan air untuk masa datang.
Air merupakan
kebutuhan hidup yang sangat vital bagi kehidupan manusia dan makhluk
hidup lainnya. Dapat dikatakan air merupakan sumber daya yang
terbatas. Selama ini kebutuhan manusia akan air sangatlah besar. Jika kita
melihat dari segi penggunaan, maka air tidak pernah lepas dari segala aspek
kehidupan manusia.Mulai dari hal kecil, seperti air minum untuk
melepas dahaga hingga kincir air yang dimanfaatkan sebagai penghasil
energy listrik.Dari segi keberadaannya pun ada bermacam-macam jenis
air.
Di bumi ini
hampir 71 persen permukaanya merupakan wilayah perairan. Termasuk negara
Indonesia yang merupakan Negara kepulauan. Yang berarti ketersediaan air untuk
manusia sangat berlimpah. akan tetapi konsumsi air meningkat dua kali lipat
dalam kurun waktu 50 tahun terakhir. Persediaannya pun sudah sampai pada tahap
yang kritis, bukan hanya di Indonesia tetapi masyarakat dunia pun sedang
menghadapi persoalan yang sama. Penurunan kualitas dan persediaan air akibat
tercemar limbah industri, limbah rumah tangga, dan limbah lain. Disamping
disebabkan oleh perubahan musim dar imusim hujan ke musim kemarau dan efek
global warming atau pemanasan global, ketidaktahuan sebagian besar manusia akan
hakikat keberadaan air, cara pemakaian air yang benar, dan berbagai manfaat air
menyebabkan masyarakat sering membuang-buang air dan menggunakannya secara
tidak bertanggung jawab.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana agar
air dapat menjadi karunia yang bermanfaat?
2.
Bagaimana air
dapat menjadi ancaman?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui
pemanfaatan air agar bisa menjadi karunia yang bermanfaat.
2.
Mengetahui
dampak dari penyalahgunaan air yang dapat megancam kehidupan manusia..
BAB II
PEMBAHASAN
Air adalah
materi esensial di dalam kehidupan. Tidak satupun mahluk hidup di dunia ini
yang tidak memerlukan dan tidak mengandung air. Sel hidup, baik tumbuhan maupun
hewan, sebagian besar tersusun oleh air, seperti di dalam sel tumbuhan
terkandung lebih dari 75% atau di dalam sel hewan terkandung lebih dari 67%. Keperluan
sehari-hari terhadap air, berbeda untuk tiap tempat dan untuk tiap tingkatan
kehidupan. Yang jelas, semakin tinggi taraf kehidupan, semakin meningkat jumlah
keperluan akan air.
Bumi kita
didominasi lapisan air. Data National Geographic menyebutkan bahwa dari
total air di bumi, ada 97,5 persen adalah air asin. Sedangkan sisanya, 2,5
persen adalah air tawar. 2/3 dari air tawar tersebut terdiri atas lapisan es,
gletser dan salju. Sisanya barulah air permukaan dan air tanah. Air tanah yang
digunakan untuk mencukupi kebutuhan kita. Tentu saja air tanah itu harus tetap
dipertahankan masa umurnya di tanah agar bisa tetap menjadi cadangan air untuk
kehidupan kita.
Air
merupakan salah satu sumber kehidupan selain dari cahaya matahari, tanpa air
kita tidak akan bisa hidup seperti sekarang ini. Kesegaran yang terasa saat air
membasuh kerongkongan hingga mengalir ke pencernaan. Tanpa terasa minum air
menjadi cara mengembalikan cairan yang dipergunakan untuk metabolisme tubuh.
Cairan tubuh menjadi seimbang. Bahkan air menjadi unsur vital dalam menjaga
kesehatan ginjal kita. Seandainya ginjal merupakan sebuah mesin, maka air
adalah bahan bakarnya. Terbayangkan, seberapa penting air bagi tubuh kita.
Sebagai
tanda kehidupan mengartikan bahwa di dalam tubuh manusia sebagian besarnya
tersusun dari air. Sehingga saat tidak ada air, maka tidak akan ada kehidupan
pada manusia. Dengan begitu, dapat dipahami bahwa secara garis besar air sangat
berperan penting dalam mendukung segala sisi kehidupan bagi makhluk hidup yang
ada di bumi ini. Akan tetapi tidak jarang bencana yang ditimbulkan oleh air itu
sendiri memakan korban jiwa. Bencana terjadi karena beberapa faktor, diantaranya
faktor aktivitas alam dan aktivitas si penikmat alam itu sendiri. Kemudian
hadir sebuah pertanyaan, Air hadir sebagai kawan ataukah malah berbuah bumerang
dan menjadi ancaman bagi manusia.
Regulasi
yang ada tidak cukup mampu mencegah dan menangani masalah air di negeri ini,
khususnya di Sulawesi Selatan. Pembangunan massal yang dilakukan tidak memperhatikan
tata ruang yang ada. Padahal jika dilakukan peninjauan kembali maka bukanlah
hal mustahil biaya yang dikeluarkan dapat lebih mahal dari uang yang dihasilkan
dari pendapatan bangunan tersebut.
Kebanyakan
kota besar di Indonesia merancang tata letak kota hanya melihat dari sudut
pandang ekonomi yang strategis tanpa memperhatikan hal-hal kecil setidaknya
seperti saluran air. Padahal tata letak kota perlu regulasi yang cukup mumpuni
dalam menangani permasalahan aliran air. Jika hal-hal seperti itu luput dari
pengawasan maka air bisa meluap dan menimbulkan banjir. Sebab air juga butuh
jalan untuk menuju ke muaranya.
Contoh
kecil dari akibat yang ditimbulkan atas kurangnya perhatian pemerintah pada
saluran air adalah ketika musim hujan tiba, banyak jalanan yang dipenuhi dengan
genangan air. Sebenarnya ini tidak hanya terjadi di kota – kota besar seperti
Makassar, tetapi kejadian ini sering juga dijumpai di wilayah Kab. Gowa di Jl.
Poros Sungguminasa Takalar, tepatya di penjual – penjual pisang pinggir jalan
di wilayah Panciro. Ketika hujan deras, maka jalanan pasti akan tergenang dan
ini tidak hanya menyebabkan banjir, tetapi juga mengakibatkan macet yang
panjang yang bisa menghambat kita untuk sampai ke tujuan tepat waktu. Sejatinya
hujan yang turun adalah anugrah atau berkah bagi kita, tetapi karena kurangnya
perhatian pemerintah dan juga warga sekitar, maka hujan ini malah berubah
menjadi sebuah bencana untuk kita.
Air yang
sangat melimpah saat musim hujan justru akan sulit didapatkan ketika musim
kemarau. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sulsel
mengeluarkan peringatan soal iklim ekstrem yang bakal terjadi. Imbauan ini
berupa potensi kekeringan di beberapa wilayah. Hartanto menyebutkan,
berdasarkan pantauan BMKG, wilayah yang berpotensi mengalami kekeringan adalah
Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Gowa, Kota Makassar, Kabupaten Takalar, dan
wilayah Kepulauan Selayar. Sementara itu, wilayah pesisir barat Sulsel sudah
tidak diguyur hujan selama 60 hari lebih. Wilayah ini meliputi Kabupaten
Pinrang, Parepare, Barru, Pangkep, dan Maros.
Menurut
Banyak hal
– hal kecil yang dapat dilakukan untuk mengelola air dengan bijak. Misalnya dapat
dilakukan dengan upaya-upaya dalam kegiatan keseharian kita di rumah. Sebagai
contoh kecil seperti menampung air hujan untuk dimanfaatkan menyiram tanaman,
mencuci kendaraan. Air bekas cucian buah-buahan, sayuran dapat ditampung dan
dipergunakan untuk kebutuhan menyiram tanaman. Cara pelestarian air seperti itu
bukan hanya dapat dilakukan oleh warga, namun juga instansi-instansi swasta
maupun pemerintahan. Keseimbangan alam dapat dijaga dengan melestarikan apa
yang sudah ada, dengan menghemat air kita sudah memberikan kontribusi terhadap
alam dalam menjaga keseimbangan nya.
Hampir 70%
permukaan bumi diisi oleh air. Namun tidak semua air yang tersedia tersebut
dikonsumsi oleh manusia. Hanya 0,4 % saja yang dikonsumsi oleh penduduk bumi.
Nilai itu terlalu kecil untuk digunakan dengan sangat tidak bijak. Lantas kapan
kita akan melakukan penghematan ? Apakah ketika air itu benar – benar habis?
Bukankah menghemat hanya dilakukan ketika jumlahnya mulai menipis? Mari kita
renungkan bersama, sampai kapan kita bertingkah layaknya manusia yang
terhormat.
Air
merupakan karunia Tuhan yang akan diwariskan kepada generasi-generasi
berikutnya. Tidak sepantasnya kita apatis mengenai permasalahan air apalagi
sampai merusak air. Pada akhirnya manusia akan sadar apabila sudah berada di
kondisi krisis dan serba kekurangan yang kemudian akan saling menyalahkan.
Belum terlambat untuk memikirkan pemanfaatan serta solusi untuk mengatasi
permasalahan air. Sampai kapan kita bersikap apatis sedangkan kita sendiri
sangat bergantung pada air. Sampai kapan kita merusak apa yang sudah di
anugerahkan oleh Tuhan, sebab banyak fakta telah mencatat bahwa bencana yang
terjadi justru karena campur tangan manusia itu sendiri. Kemudian manusia akan kembali ke pertanyaan
awal, air hadir sebagai karunia ataukah sebagai ancaman? Semuanya bergantung
pada bagaimana manusia bersikap terhadap karunia yang diberikan Tuhan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Air merupakan zat
esensial bagi semua makhluk hidup. Ketersediaan air tawar di alam sangat
terbatas, sementara penggunananya sangat banyak. Tetapi semuanya bergantung pada bagaimana manusia bersikap
terhadap karunia yang diberikan Tuhan
sehingga air ini bisa bermanfaat dan tidak menjadi ancaman bagi kehidupan
manusia.
B.
Saran
Sebaiknya manusia
bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Tuhan. Memanfaatkan segala
ketersediaan air dengan baik, mengelolah dengan benar sehingga banyak
mendatangkan manfaat untuk manusia itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, M. (2016). Regulasi
Air, Dimanakah kita? Makassar: Tribun Timur.
Arsyad, M. (2017). Geser dikit bang, aku mau lewat. Makassar:
Tribun Timur.
Arsyad, M. (2019). Air itu. Makassar: Tribun Timur.
Arsyad, M., Pawitan, H., Sidauruk, P., & Putri, E. I. (2014).
Analisis Ketersediaan Air Sungai Bawah Tanah Dan Pemanfaatan Berkelanjutan Di
Kawasan Karst Maros Sulawesi Selatan (Analysis of Underground River Water
Availability and Its Sustainable uses at Karst Maros Area in South Sulawesi).
Jurnal Manusia dan Lingkungan, 8-14.
Taufiqqurahman, M. (2019). BMKG Prediksi Makassar dan Sekitarnya
Berpotensi Alami Kekeringan. Makassar: Detik News.
Widiyanti, N. L., & Ristiati, N. P. (2004). Analisis Kualitatif
Bakteri Koliform Pada Depo Air Minum Isi Ulang Di Kota Sigaraja Bali. Jurnal
Ekologi Kesehatan, 64-73.